Pada sekitar abad XVIII, raja / penglingsir di PURI AGUNG SERONGGA, kala itu, Ida Anak Agung Gde Kepandean, yang juga seorang seniman, membuat 2 (dua) petapakan dalam wujud Barong Ket.
o Karena suatu pertimbangan, Barong Ket pertama tidak dipakai dan diserahkan kepada A.A. Gede Kesiman di Puri Siangan, Gianyar.
o Barong ke dualah yang akhirnya diputuskan dijadikan sungsungan (dipasupati) masyarakat Serongga.
Dalam perjalanan selanjutnya, masyarakat Serongga malah merasa sangat terbebani dengan keberadaan sungsungan ini, pasalnya: beliu menghendaki beberapa permintaan yang sulit bisa dilaksanakan oleh para panjak-nya, antara lain:
o Setiap ngelawang harus diiringi oleh 200 orang iringan / panjak
o Menghaturkan persembahan (sodaan) berupa telor ablembengan
o Bila tidak ada rangkaian upacara atau piodalan, yang biasanya setiap petapakan di simpen dengan jalan ditebes atau di punggel (= kepala barong dilepas dari badannya selanjutnya disimpan disebuah tempat)> Dalam hal ini beliau tidak berkenan.
Dengan kondisi seperti ini tentu saja masyarakat Serongga resah, karena tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut secara terus menerus. Akhirnya Ida Anak Agung Gede Kepandaian bersama masyarakat sepakat untuk mem-pralina dengan jalan meng-geseng (membakar) sesuunan tersebut.
Bertempat di pemuun / kuburan desa akhirnya pemralina dilaksanakan. Apa yang terjadi ? Hanya preraga (bagian badan) saja yang terbakar. Sementara prerai (tapel / topeng) sama sekali tidak terbakar. Akhirnya prerai tersebut di larung (dibuang) ke laut (pantai Lebih). Kembali keanehan-keanehan terjadi, prerai barong tersebut keesokannya kembali ditemukan di pura (Pura Dalem Serongga), demikian kejadiannya berulang sampai 3 (tiga) kali. Pada saat di geseng untuk yang ke-tiga kalinya, api dibuat jauh lebih besar. Tetap saja prerai tersebut tidak berubah menjadi arang/abu. Dari proses pembakaran ini hanya meninggalkan sedikit tanda terbakar pada siung (taring) dan pada bagian langit-langit. Kembali prerai dibuang kelaut, akhirnya prerai tersebut tidak kembali lagi ke pura.
Rupanya waktu di laut prerai tersebut terlepas menjadi 2 (dua) bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Selanjutnya bagian-bagian prerai tersebut terdampar di pantai Sedayu dan dipungut oleh petani dari desa Sedayu. Satunya lagi terdampar di pantai Batu Klotok dan dipungut oleh petani dari Desa Tojan. Ke-dua desa ini berada di wilayah Kabupaten Klungkung.
Selanjutnya terdengar berita tentang ditemukannya masing-masing bagian prerai barong tersebut. Akhirnya ke dua petani tersebut mencoba untuk ‘menjodohkan’ masing-masing bagian lepasan prerai tersebut, dan ternyata ‘klop’. Oleh petani Sedayu prerai yang satu bagian lagi diminta dari petani desa Tojan.
Rupanya oleh petani dari desa Sedayu prerai tersebut dijadikan lelakut / petakut (orang-orangan sawah), untuk mengusir hama burung di sawahnya. Apa yang terjadi ?
Kembali kegaiban terjadi, petani tersebut dan orang-orang sekitar melihat benda bersinar benderang disawahnya dan terasa membakar sawah. Tetapi nyatanya tidak, bahkan diceriterakan bahwa petani tersebut menuai panen padi yang melimpah dibandingkan dengan hasil panen sawah-sawah disebelahnya.
Dengan adanya kejadian ‘luar biasa’ tersebut, maka dicobalah untuk menanyakan hal tersebut kepada orang ‘pintar’. Didapat informasi bahwa prerai tersebut berasal dari sesuunan masyarakat desa Serongga, Gianyar, sesuai dengan ceritera tadi. Masyarakat Tojan akhirnya memohon kembali prerai tersebut dari Sedayu untuk dijadikan sungsungan di desanya. Prerai itupun akhirnya dibuatkan lagi preraga (bagian badan barong). Sebagai sungsungan masyarakat yang disakralkan masyarakat menyebut IDA BAETARA RATU GEDE TOJAN atas petapakan tersebut.
Selanjutnya masyarakat desa Serongga membuat petapakan barong baru lagi, tetap dalam wujud barong Ket. Dan sampai sekarang masyarakat Serongga & sekitarnya menyebut sungsungannya itu sebagai IDA BETARA RATU GEDE DALEM SERONGGA (Kata Dalem Serongga diambil dari nama Pura Dalem Kayangan Tiga, desa adat Serongga, tempat beliau di ‘stanakan’ setiap piodalan). Selain petapakan barong IDA BETARA RATU GEDE, kadang-kadang masyarakat menyebutnya sebagai RATU LINGSIR, juga ada petapakan-petapakan lain, yaitu: Ratu Anom (dalam wujud prerai barong macan) Ratu Alit (petapakan dalam wujud barong bangkal), Ratu Mas atau Ratu Sakti (dalam wujud Rangda).
Kembali ke Desa Tojan, untuk melengkapi keberadaan IDA RATU GEDE TOJAN, masyarakat Tojan kembali mepinunas ke Serongga untuk mendapatkan petapakan Rangda. Kebetulan di Serongga sudah ada topeng rangda untuk keperluan pelawangan (tidak disakralkan). Topeng rangda itu terbuat dari kayu Sandat. Setelah dipasupati petapakan rangda tersebut oleh masyarakat Tojan & Serongga disebut sebagai IDA BATARA RATU SANDAT.
Demikianlah selanjutnya terjadi ikatan emosional (secara sekala & niskala) antara masyarakat desa Serongga Gianyar dengan masyarakat desa Tojan Kelungkung. Demikian juga masyarakat ke dua daerah ini meyakini bahwa antara sesuunan terjadi hal yang sama. Akhirnya menjadi semacam tradisi (bila ada pikayunan luur) maka IDA BETARA RATU GEDE TOJAN keiring oleh panjak-panjaknya lunga ke Pura Dalem Serongga Gianyar disaat piodalan, demikian pula sebaliknya.
IDA BATARA RATU MAS ANOM (PETAPAKAN PANJAK TEDUNG)
Lalu apa hubungan antara IDA BATARA RATU GEDE SERONGGA dengan petapakan IDA RATU MAS ANOM ?
Ternyata di Kuburan Desa Adat Serongga, ada sebuah pohon kayu PULE keramat. Masyarakat sekitar sering mepinunas kayu tersebut untuk dijadikan bahan petapakan barong. Tentu saja tidak semua yang mepinunas mendapat izin. Dan petapakan barong (DUWE TEDUNG ?) dalam wujud barong bangkal (bawi srenggi) kayunya hasil pinunas di Serongga. Sehingga terjadi juga ikatan emosional baik anatar panjak (dan sesuunan).
Duwe-duwe atau petapakan barong lain yang kayunya hasil pinunas dari Kuburan Pura dalem Serongga adalah: Ratu Alit & Ratu Anom di Banjar Lebih (di desa Lebih).
Demikianlah bila sudah pikayunan luur, maka Ratu Gede Siangan di desa Siangan Gianyar, Ratu Anom & Ratu Alit dari desa Lebih, Ratu Anom (?) di desa Tedung, juga mapikayunan lunga ke Pura Dalem serongga, saat piodalan.
FENOMENA-FENOMENA GAIB berkaitan dengan petapakan ini:
Sangat diyakini oleh masyarakat Desa Tojan & Desa Serongga, bahwa sesuunan mereka (BETARA RATU GEDE TOJAN & BETARA RATU RATU GEDE SERONGGA) senantiasa selalu melindungi panjaknya dimanapun mereka berada. Beberapa fenomena-fenomena gaib yang ditunjukkan oleh beliau antara lain:
o Pada th. 63, saat Gunung Agung Meletus, dimana Pura Taman Sari (tempat beliu disimpan) yang berada di daerah aliran sungai / tukad Unda, tempat aliran lahar letusan Gunung Agung. Pura ini terbebas dari terjangan lahar. Sedangkan pura disebelahnya tenggelam oleh lahar. Ada ceritera yang menarik pada kejadian ini. Pada saat itu (malam hari) masyarakat makemit di pura, melihat aliran lahar segera akan menerjang pura, namaun tiba-tiba mereka melihat sesuunan mereka (RATU GEDE TOJAN) berada diatas tembok pura, anehnya tanpa ada yang mundut. Para pekemit dengan jelas melihat aliran lahar berbelok dan melindas serta menenggelamkan pura disebelahnya.
o Pada th. 67, saat RATU GEDE SERONGGA berada di PURA TAMAN SARI, desa TOJAN (piodalan), pada malam hari kedua sungsungan tersebut mengeluarkan air (suci) atau tirta dari jenggot beliu jumlahnya sampai 2 (dua) bokor slaka. Tirta tersebut akhirnya diperciki kepada panjak yang tangkil pada malam tersebut.
o Bukan hal yang aneh, bila suatu waktu ada masyarakat dari luar desa (Serongga) nagkil kepura Dalem Serongg, untuk neduhin karena ada salah satu keluarga mereka sakit karena usil / jahil pada saat RATU GEDE SERONGGA melelungaan ke luar desa
o Selanjutnya bila RATU GEDE SERONGGA melelungaan (biasanya pada Hari Umanis Galungan atau pada sasih wayah yaitu sasih kelima), banyak panjak yang menghaturkan sesaji dan nunas penawar (air suci) untuk mengobati salah satui keluarga yang sakit.
o Pada saat melelungaan, IDA BATARA kairing oleh panjak-panjak. Para panjak tidak ada yang berani aneh-aneh selama ngiring sesuunan. Ada peristiwa yang lucu dialami salah satu panjak Serongga. Ketika itu tiba-tiba hujan. Salah satu panjak ada yang berinisiatif mencari daun pisang untuk payung. Saat akan memotong batang daun pisang dengan keris (panjak wajib membawa keris saat ngiring Ida Betara saat melelungaan), tiba-tiba keris terlepas & terbang, akhirnya nyangkut diatas atap salah satu atap toko (milik warga keturunan cina) di kota Gianyar.
Sebenarnya masih banyak lagi fenomena-fenomena gaib yang sering ditunjukkan oleh kedua sesuunan masyarakat desa Serongga Gianyar & desa Tojan Kelungkung tersebut.
Berkaitan dengan kegaiban hal-hal tersebut diatas, banyak saksi mata atau orang-orang / panjak yang mengalami peristiwa tersebut siap untuk dimintai keterangannya.
Catatan / Informasi Tambahan:
IDA BETARA RATU GEDE SERONGGA, bila telah selesai piodalan di PURA DALEM Serongga, disimpen di Pemerajan Agung, Puri Agung Serongga, dan beliau ketangiang lagi (& juga petapakan-petapakan barong lainnya) setiap penampahan Galungan. Prosesi upacara dilakukan malam hari di Kuburan Desa Adat Serongga (menggunakan sarana kucit butuan = anak babi yang belum dikebiri) yang disambleh (kepala dipenggal). Selama beliau ngadeg, masyarakat / panjak secara bergilir setiap hari ngaturang banten pesucian dan rayunan & pada malam hari mekemit di Pura..
Di Kuburan Desa Adat Serongga (& juga Pura Praja Pati) juga dikenal sangat angker, pada hari-hari Keramat (semacam Kajeng Keliwon) masih ada beberapa panjak yang melakukan yoga semadi (nakti) untuk memohon / mendapatkan keinginan-keinginan tertentu.
Sedangkan pada struktur Pura Dalem Serongga, ada beberapa keunikan-keunikan (pelinggih) yang mungkin pada Pura Dalem lain tidak ada, misalnya :
· Pelinggih RATU SAPUH JAGAT (lokasi: nistaning mandala)
· Pelinggih RATU PEJAGALAN (lokasi: nistaning mandala)
· Pelinggih RATU SEDAHAN SEMAL (lokasi: madyaning mandala)
· Pelinggih RATU CEPAKA / CEMPAKA (lokasi: utamaning mandala), oleh para panjak biasanya untuk mepinunas agar kelompok seni yang ada di banjar-banjar / desa bisa metaksu.
Dirangkum oleh:
Ki Sura Angga, dari interview dengan Jero Mangku Pura Dalem Serongga, Ida Bagus Nyoman Bajra (Bendesa Adat Desa Pekraman Serongga) dan I Dewa Putu Alit (silih tunggil Angga Sabha Desa Pekraman Serongga)
Sabtu, 18 April 2009
Langganan:
Postingan (Atom)